TAFSIR AYAT TENTANG ZAKAT
Makalah
ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir 1
Dosen Pengampu :
Ahmad Nur Rohim, Lc, M. Pd
Disusun
oleh:
Aulia
Ridho Pratiwi
(113
111 061)
FAKULTAS TARBIYAH DAN BAHASA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2012
A.
PENDAHULUAN
Menunaikan zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib
dilaksanakan oleh seorang muslim sebagai penyuci harta mereka, yaitu bagi
mereka yang telah memiliki harta sampai nishab (batas terendah wajibnya zakat)
dan telah lewat atas kepemilikan harta tersebut masa haul (satu tahun bagi
harta simpanan dan niaga), atau saat hasil pertanian telah tiba.
Zakat diwajibkan dengan tujuan untuk meringankan beban penderitaan
kaum dhu’afa, fakir miskin, atau melipur orang-orang yang sengsara, dan
membantu orangorang yang sangat membutuhkan pertolongan. Di samping itu
pemberian zakat dapat merekat tali kasih sehingga tidak timbul ketegangan atau
gejolak di tengah-tengah masyarakat yang sering terjadi di antara orang-orang
kaya dengan orang-orang miskin. Zakat adalah ibadah yang memiliki dua dimensi:
vertikal (ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah) dan horizontal (sebagai
kewajiban kepada sesama manusia
Berkenaan dengan zakat, Ayat 267 surat al-Baqarah menjelaskan
tentang jenis barang yang dizakatkan dalam Islam, Melalui makalah ini akan
dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan zakat yang didasarkan pada ayat
al-Qur'an tersebut.
B.
TEKS AL-QUR’AN
SURAT AL-BAQARAH
1.
Teks Ayatnya
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا
كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا
الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآَخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا
فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (267)
2.
Artinya
267. Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk
lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Al-Qur’an Digital)
C.
MAKNA PERKATA
1.
Makna Indonesia
يَا أَيُّهَا : wahai
الَّذِينَ : orang-orang yang
آَمَنُوا : mereka beriman
أَنْفِقُوا : berinfaklah/berzakatlah kalian
مِنْ : dari
طَيِّبَاتِ : yang baik-baik
مَا : apa(harta)
yang
كَسَبْتُمْ : kalian usahakan (kumpulkan)
وَمِمَّا : dan dari apa yang
أَخْرَجْنَا : Kami keluarkan
لَكُمْ : untuk kalian
مِنَ : dari
الْأَرْضِ : bumi (berupa biji-bijian dan
buah-buahan)
وَلَا : dan janganlah
تَيَمَّمُوا : kalian sengaja memilih (harta)
الْخَبِيثَ : yang buruk-buruk
مِنْهُ : darinya
تُنْفِقُونَ : kalian infakkan (berzakat)
وَلَسْتُمْ : padahal kalian sendiri tidak mau
بِآَخِذِيهِ : mengambilnya
إِلَّا : kecuali
أَنْ : dengan
تُغْمِضُوا : kalian menutup mata
فِيهِ : terhadapnya
وَاعْلَمُوا : dan ketahuilah kalian
أَنَّ : bahwasanya
اللَّهَ : Allah
غَنِيٌّ : Maha kaya
حَمِيدٌ
: Maha Terpuji
2.
Tafsir Mufradat
أَنْفِقُو : berinfaklah/berzakatlah kalian
Maksudnya adalah seruan umum kepada
orang-orang yang beriman untuk berinfak/berzakat atas harta yang diberikan oleh
Allah meliputi semua harta yang sampai ke tangan mereka. (Sayyid Quthb, 2000;
365)
طَيِّبَاتِ : yang baik-baik
Maksudnya adalah Allah menjelaskan untuk
memilih barang/harta yang akan di infakkan/di zakatkan seseorang harus miliknya
yang baik, yang disenangi dengan hati yang rela pula, meliputu hasil usaha
mereka yang halal, dan meliputi apa yang dikeluarkan Allah dari bumi untuk
mereka dengan semua jenis harta.
وَلَا تَيَمَّمُوا : dan janganlah kalian memilih
Maksudnya adalah janganlah kamu bermaksud,
menuju, menghendaki berinfak/berzakat dengan sesuatu yang buruk, yang tidak
disukai (haram) atau yang dia sndiri tidak akan mau menerimanya.
تُغْمِضُوا : kalian memicingkan mata
Maksudnya adalah meremehkan, ayat ini
mengingatkan para pemberi zakat agar menempatkan diri pada tempat orang yang
menerima, agar mereka tidak meremehkan, padahal mereka sendiri tidak mau
mengambil yang buruk-buruk.
حَمِيدٌ : Maha Terpuj
Maksudnya adalah Allah berhak mendapat pujian
atas segala nikmat-Nya yang besar dan karena Dia member ganjaran terhadap
hamba-hamba-Nya yang berzakat/berinfak. (Muhammad Amin Suma, 1997; 52-53)
D.
MAKNA GLOBAL
Pada ayat sebelumnya (QS. al-Baqarah/2: 261-266) Allah, dengan
bahasa yang indah namun tegs, mengemukakan sifat dan niat yang harus disandang
oleh seseorang ketika berinfak/berzakat, seperti ikhlas karena Allah, niat
membersihkan jiwa, dan menjauhi sifat riya’, serta sikap yang harus
diperhatikan setelah berinfak, yaitu tidak menyebut-nyebut infaknya dan tidak
pula menyakiti penerimanya. Itu semua merupakan pedoman yang berkenaan dengan
orang yang berinfak dan cara bagaimana seharusnya ia berinfak.
Pada ayat (QS. 2: 267) ini Allah menjelaskan pedoman yang harus
diperhatikan berkaitan dengan kualitas harta yang akan diinfakkan, yaitu bahwa
harta tersebut hendaknya merupakan harta terbaik dan paling dicintai, sehingga
dengan demikian pedoman tentang infak dan penggunaan kekayaan pada jalan Allah
menjadi lengkap dan sempurna. (Muhammad Amin Suma, 1997; 54)
E.
ASBABUN NUZUL
Riwayat yang menerangkan sebab turunnya ayat ini menyebutkan, bahwa
ketika itu ada sebagian dari kaum Muslimin yang suka bersedekah dengan buah
kurma yang jelek-jelek, yang tidk termakan oleh mereka sendiri, maka turunlah
ayat ini untuk melarang perbuatan itu.
Riwayat lain menyebutkan, bahwa ada seorang lelaki memetik buah
kurma, kemudian dipisahkannya yang baik-baik dari yang buruk-buruk. Ketika
datang orang yang meminta sedekah, diberikannyalah yang buruk itu. Maka ayat
ini turun mencela perbuatan itu. (DEPAG RI, 2009; 404)
F.
KORELASI TEKS
1.
QS.
Ali’Imran/3: 92
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا
تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ (92)
92. Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang
kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
2.
QS.
Al-Baqarah/2: 177
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ
وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ
وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآَتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ
ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ
وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآَتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ
بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ
وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
(177)
177. Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu
suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan
harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar
dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang
yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
3.
QS. At Taghaabun/64: 16
فَاتَّقُوا
اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لِأَنْفُسِكُمْ
وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (16)
16. Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan
dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan
barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al-Qur’an
Digital)
G.
PENJELASAN
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا
كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ
Maksudnya,
nafkahkanlah sebagian hasil usahamu yang baik-baik, seperti emas, perak, harta
niaga, dan hewan ternak,dan sebagian kekayaan yang Kami keluarkan dari bumi
semisal biji-bijian, buah-buahan, dan sebainya. Allah berfirman:
(92:3/ آل
عمران)
لَنْ تَنَالُوا
الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
“Kamu
sekali-kali tidak sampai pada kebaktian (yang sempurna) sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cinta…..” (QS. Ali’Imran/3:92).
وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ
وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآَتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ
ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ
وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآَتَى الزَّكَاةَ
“…akan
tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat;….” (Qs. Al-Baqarah/2: 177)
Dalam ayat lain Allah berfirman:
فَاتَّقُوا
اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا
لِأَنْفُسِكُمْ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ
“Maka
bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah
dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara
dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.”( QS. At
Taghaabun/64: 16)
Dari ayat di
atas dapat dipahami bahwa pilihlah yang baik-baik dari apa yang kamu nafkahkan
itu, walaupun tidak harus semuanya baik. (M.Quraish
Shihab, 2002; 577)
Ibn al-Qayyim
berpendapat, ada beberapa kemungkinan alasan mengapa Allah hanya menyebutkan
secara khusus dua jenis kekayaan dalam Qs. al-Baqarah ayat 267 di atas, yaitu
kekayaan yang keluar dari bumi dan harta niaga, tanpa menyebutkan jenis
kekayaan yang lain. Kemungkinan pertama karena melihat kenyataan bahwa keduanya
merupakan jenis kekayaan yang umum dimiliki masyarakat pada saat itu. Kaum
Muhajir adalah petani kebun. Oleh karena itu, penyebutan kedua jenis tersebut
disebabkan adanya kebutuhan mereka untuk mengetahui status hukumnya.
Kemungkinan kedua adalah karena keduanya merupakan harta kekayaan yang utama
(pokok). Sedangkan jenis kekayaan yang lain sudah termasuk di dalam atau timbul
dari keduanya. Hal ini karena istilah “usaha” mencakup segala jenis perniagaan
dengan berbagi ragam dan jenis harta seperti pakaian, makanan, budak, hewan,
peralatan, dan segala benda lainnya yang berkaitan dengan perdagangan. Sedangkan
“harta yang keluar dari bumi” meliputi biji-bijian, buah-buahan, harta
terpendam (rikaz), dan pertambangan. Jelaslah bahwa keduanya merupakan harta
yang pokok dan dominan. Oleh karena itu, keduanya perlu diungkapkan.
Selanjutnya
Allah berfirman:
وَلَا
تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ
“Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya,”
Allah melarang menngeluarkan (menginfakkan) dengan sengaja harta
yang buruk, berkualitas rendah, sebagaiman adorongan jiwa pada umumnya yaitu
menyimpan harta yang baik dan mengeluarkan harta berkualitas rendah bukan
dengan sengaja melainkan karena kebetulan, misalnya, karena hanya jenis rendah
itulah yang ada atau dimiliki saat itu. Dalam keadaan demikian, perbuatan
seperti itu tidak dipandang berinfak secara sengaja dengan harta yang buruk
melainkan tetap dipandang sebagai menginfakkan sebagian karunia yang diberikan
oleh Allah.
وَلَسْتُمْ بِآَخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ
“….padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya.
Artinya,
seandainya kamu adalah orang yang berhak menerima dan diberi harta buruk
tersebut, tentu kamu tidak mau mengambil hak itu kecuali kerena hanya bersikap
toleran dan itupun dilakukan dengan memicingkan mata, karena kamu sendiri
merasa jijik dan tidak menyukainya.
Dalam ayat ini
terkandung dua penafsiran. Pertama, mengapa kamu bersedekah di jalan Allah
dengan jenis harta yang kamu sendiri dan orang lain tidak mau menerimanya?
Padahal Allah adalah yang paling berhak “diberi” harta pilihan dan paling baik.
Kedua, mengapa
kamu menjadikan untuk Allah sesuatu yang buruk yang kamu pun tidak menyukainya,
padahal Ia Maha Baik yang tidak akan menerima kecuali yang baik?
Selanjutnya,
Allah mengakhiri ayat (267) di ats dengan menyebutkan dua sifat-Nya sesuai
dengan menyebutkan dua sifat-Nya yang sesuai dengan konteks ayat. Ia berfirman:
وَاعْلَمُوا
أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
“Maha Terpuji” berarti bahwa ia tidak mau menerima sesuatu yang
buruk. Orang yang mau menerima yang buruk boleh jadi Karena ia memerlukannya
atau mungkin jiwanya tidak sempurna dan tidak mulia. Sedangkan “Yang Maha
Kaya”, yang mulia dan yang sempurna sifatnya tentu tidak akan menerima yang buruk.
Al-Syaukani berkata, dalam ayat di atas terdapat perintah berinfak
dengan harta yang baik dan larangan berinfak dengan yang buruk. Sejumlah ulama
salaf berpendapat bahwa ayat tersebut berkenaan dengan sedekah wajib (zakat).
Ibn Jarir meriwayatkan dari ‘Ubaidah as-Salmani yang berkata, “Saya pernah
bertanya kepada ‘Ali bin Thalib tentang ayat di atas”. Ia mwenjawab, “Ayat itu
berkenaan dengan zakat yang wajib. Seorang menuai kurma lalu ia menaruh di
tempat yang jauh dari kurma yang baik. Apabila datang pemungut zakat, ia
berikan kurma yang buruk”.
Sementara itu, ulama yang lain berpendapat bahwa ayat tersebut
berkaitan dengan sedekah yang wajib dan yang sunat sekaigus. Inilah makna yang
zahir. Pedapat ini didukung oleh sebab turun ayat sebagaimana telah dikemukakan
lebih dulu. (Muhammad Amin
Suma, 1997; 55-58)
H.
PENUTUP
1.
Kita
diperintahkan untuk menginfakkan sesuatu yang baik di antara harta yang kita
peroleh dari usaha yang halal, baik berupa uang, makanan, buah-buahan, atau
binatang ternak.
2.
Sedekah
berupa barang-barang yang diperoleh dari perbuatan haram tidak akan diterima
Allah sebagai amal saleh.
3.
Kita
harus ingat bahwa Allah Mahakaya dan Maha Terpuji. Menginfakkan harta yang baik
adalah merupakan rasa syukur dari kita terhadap yang telah mengaruniakan harta
benda itu kepada kita.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Digital.
Al-Qur’an
Tafsir Perkata Al Hidayah.
DEPAG RI. 2009.
Al-Qur’an dan Tafsirnya jilid 1. Jakarta: Lentera Abadi.
Shihab, M.Quraish. 2002. Tafsir Al Misbah Volume 1. Jakarta:
Lentera Hati.
Suma, Muhammad Amin. 1997. Tafsir Ahkam 1. Jakarta: Logos.
Quthb, Sayyid. 2000. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Jilid 1. Jakarta:
Gema Insani Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar