Kamis, 03 Januari 2013

Tafsir Ayat Tentang Ibadah


TAFSIR AYAT TENTANG ZAKAT

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir 1
Dosen Pengampu :
Ahmad Nur Rohim, Lc, M. Pd

Disusun oleh:
Aulia Ridho Pratiwi
(113 111 061)

FAKULTAS TARBIYAH DAN BAHASA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2012


A.    PENDAHULUAN
Menunaikan zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh seorang muslim sebagai penyuci harta mereka, yaitu bagi mereka yang telah memiliki harta sampai nishab (batas terendah wajibnya zakat) dan telah lewat atas kepemilikan harta tersebut masa haul (satu tahun bagi harta simpanan dan niaga), atau saat hasil pertanian telah tiba.
Zakat diwajibkan dengan tujuan untuk meringankan beban penderitaan kaum dhu’afa, fakir miskin, atau melipur orang-orang yang sengsara, dan membantu orangorang yang sangat membutuhkan pertolongan. Di samping itu pemberian zakat dapat merekat tali kasih sehingga tidak timbul ketegangan atau gejolak di tengah-tengah masyarakat yang sering terjadi di antara orang-orang kaya dengan orang-orang miskin. Zakat adalah ibadah yang memiliki dua dimensi: vertikal (ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah) dan horizontal (sebagai kewajiban kepada sesama manusia
Berkenaan dengan zakat, Ayat 267 surat al-Baqarah menjelaskan tentang jenis barang yang dizakatkan dalam Islam, Melalui makalah ini akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan zakat yang didasarkan pada ayat al-Qur'an tersebut.

B.     TEKS AL-QUR’AN SURAT  AL-BAQARAH
1.      Teks Ayatnya
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآَخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (267)
2.      Artinya
267. Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Al-Qur’an Digital)

C.     MAKNA PERKATA
1.      Makna Indonesia
يَا أَيُّهَا           : wahai
 الَّذِينَ           : orang-orang yang
 آَمَنُوا           : mereka beriman
 أَنْفِقُوا           : berinfaklah/berzakatlah kalian
 مِنْ              : dari
 طَيِّبَاتِ         : yang baik-baik
 مَا               : apa(harta) yang
 كَسَبْتُمْ          : kalian usahakan (kumpulkan)
 وَمِمَّا           : dan dari apa yang
 أَخْرَجْنَا        : Kami keluarkan
 لَكُمْ              : untuk kalian
 مِنَ              : dari
 الْأَرْضِ        : bumi (berupa biji-bijian dan buah-buahan)
 وَلَا              : dan janganlah
 تَيَمَّمُوا          : kalian sengaja memilih (harta)
 الْخَبِيثَ         : yang buruk-buruk
 مِنْهُ             : darinya
 تُنْفِقُونَ         : kalian infakkan (berzakat)
 وَلَسْتُمْ          : padahal kalian sendiri tidak mau
 بِآَخِذِيهِ         : mengambilnya
 إِلَّا               : kecuali
 أَنْ              : dengan
 تُغْمِضُوا       : kalian menutup mata
 فِيهِ              : terhadapnya
 وَاعْلَمُوا        : dan ketahuilah kalian
 أَنَّ              : bahwasanya
 اللَّهَ             : Allah
 غَنِيٌّ            : Maha kaya
 حَمِيدٌ           : Maha Terpuji
2.       Tafsir Mufradat
أَنْفِقُو             : berinfaklah/berzakatlah kalian
      Maksudnya adalah seruan umum kepada orang-orang yang beriman untuk berinfak/berzakat atas harta yang diberikan oleh Allah meliputi semua harta yang sampai ke tangan mereka. (Sayyid Quthb, 2000; 365)
 طَيِّبَاتِ         : yang baik-baik
      Maksudnya adalah Allah menjelaskan untuk memilih barang/harta yang akan di infakkan/di zakatkan seseorang harus miliknya yang baik, yang disenangi dengan hati yang rela pula, meliputu hasil usaha mereka yang halal, dan meliputi apa yang dikeluarkan Allah dari bumi untuk mereka dengan semua jenis harta.
وَلَا تَيَمَّمُوا      : dan janganlah kalian memilih
      Maksudnya adalah janganlah kamu bermaksud, menuju, menghendaki berinfak/berzakat dengan sesuatu yang buruk, yang tidak disukai (haram) atau yang dia sndiri tidak akan mau menerimanya.
تُغْمِضُوا        : kalian memicingkan mata
      Maksudnya adalah meremehkan, ayat ini mengingatkan para pemberi zakat agar menempatkan diri pada tempat orang yang menerima, agar mereka tidak meremehkan, padahal mereka sendiri tidak mau mengambil yang buruk-buruk.
حَمِيدٌ            : Maha Terpuj
      Maksudnya adalah Allah berhak mendapat pujian atas segala nikmat-Nya yang besar dan karena Dia member ganjaran terhadap hamba-hamba-Nya yang berzakat/berinfak. (Muhammad Amin Suma, 1997; 52-53)

D.    MAKNA GLOBAL
Pada ayat sebelumnya (QS. al-Baqarah/2: 261-266) Allah, dengan bahasa yang indah namun tegs, mengemukakan sifat dan niat yang harus disandang oleh seseorang ketika berinfak/berzakat, seperti ikhlas karena Allah, niat membersihkan jiwa, dan menjauhi sifat riya’, serta sikap yang harus diperhatikan setelah berinfak, yaitu tidak menyebut-nyebut infaknya dan tidak pula menyakiti penerimanya. Itu semua merupakan pedoman yang berkenaan dengan orang yang berinfak dan cara bagaimana seharusnya ia berinfak.
Pada ayat (QS. 2: 267) ini Allah menjelaskan pedoman yang harus diperhatikan berkaitan dengan kualitas harta yang akan diinfakkan, yaitu bahwa harta tersebut hendaknya merupakan harta terbaik dan paling dicintai, sehingga dengan demikian pedoman tentang infak dan penggunaan kekayaan pada jalan Allah menjadi lengkap dan sempurna. (Muhammad Amin Suma, 1997; 54)
E.     ASBABUN NUZUL
Riwayat yang menerangkan sebab turunnya ayat ini menyebutkan, bahwa ketika itu ada sebagian dari kaum Muslimin yang suka bersedekah dengan buah kurma yang jelek-jelek, yang tidk termakan oleh mereka sendiri, maka turunlah ayat ini untuk melarang perbuatan itu.
Riwayat lain menyebutkan, bahwa ada seorang lelaki memetik buah kurma, kemudian dipisahkannya yang baik-baik dari yang buruk-buruk. Ketika datang orang yang meminta sedekah, diberikannyalah yang buruk itu. Maka ayat ini turun mencela perbuatan itu. (DEPAG RI, 2009; 404)

F.      KORELASI TEKS
1.      QS. Ali’Imran/3: 92
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ (92)
92. Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
2.         QS. Al-Baqarah/2: 177
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآَتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآَتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ (177)
177. Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
3.         QS. At Taghaabun/64: 16
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لِأَنْفُسِكُمْ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (16)
16. Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al-Qur’an Digital)

G.      PENJELASAN
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ
                        Maksudnya, nafkahkanlah sebagian hasil usahamu yang baik-baik, seperti emas, perak, harta niaga, dan hewan ternak,dan sebagian kekayaan yang Kami keluarkan dari bumi semisal biji-bijian, buah-buahan, dan sebainya. Allah berfirman:
(92:3/ آل عمران) لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
Kamu sekali-kali tidak sampai pada kebaktian (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cinta…..” (QS. Ali’Imran/3:92). 
وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآَتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآَتَى الزَّكَاةَ
“…akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat;….” (Qs. Al-Baqarah/2: 177)
                      Dalam ayat lain Allah berfirman:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لِأَنْفُسِكُمْ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.”( QS. At Taghaabun/64: 16)
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa pilihlah yang baik-baik dari apa yang kamu nafkahkan itu, walaupun tidak harus semuanya baik. (M.Quraish Shihab, 2002; 577)
Ibn al-Qayyim berpendapat, ada beberapa kemungkinan alasan mengapa Allah hanya menyebutkan secara khusus dua jenis kekayaan dalam Qs. al-Baqarah ayat 267 di atas, yaitu kekayaan yang keluar dari bumi dan harta niaga, tanpa menyebutkan jenis kekayaan yang lain. Kemungkinan pertama karena melihat kenyataan bahwa keduanya merupakan jenis kekayaan yang umum dimiliki masyarakat pada saat itu. Kaum Muhajir adalah petani kebun. Oleh karena itu, penyebutan kedua jenis tersebut disebabkan adanya kebutuhan mereka untuk mengetahui status hukumnya. Kemungkinan kedua adalah karena keduanya merupakan harta kekayaan yang utama (pokok). Sedangkan jenis kekayaan yang lain sudah termasuk di dalam atau timbul dari keduanya. Hal ini karena istilah “usaha” mencakup segala jenis perniagaan dengan berbagi ragam dan jenis harta seperti pakaian, makanan, budak, hewan, peralatan, dan segala benda lainnya yang berkaitan dengan perdagangan. Sedangkan “harta yang keluar dari bumi” meliputi biji-bijian, buah-buahan, harta terpendam (rikaz), dan pertambangan. Jelaslah bahwa keduanya merupakan harta yang pokok dan dominan. Oleh karena itu, keduanya perlu diungkapkan.
Selanjutnya Allah berfirman:
وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ
“Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya,”
Allah melarang menngeluarkan (menginfakkan) dengan sengaja harta yang buruk, berkualitas rendah, sebagaiman adorongan jiwa pada umumnya yaitu menyimpan harta yang baik dan mengeluarkan harta berkualitas rendah bukan dengan sengaja melainkan karena kebetulan, misalnya, karena hanya jenis rendah itulah yang ada atau dimiliki saat itu. Dalam keadaan demikian, perbuatan seperti itu tidak dipandang berinfak secara sengaja dengan harta yang buruk melainkan tetap dipandang sebagai menginfakkan sebagian karunia yang diberikan oleh Allah.
وَلَسْتُمْ بِآَخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ
“….padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya.
Artinya, seandainya kamu adalah orang yang berhak menerima dan diberi harta buruk tersebut, tentu kamu tidak mau mengambil hak itu kecuali kerena hanya bersikap toleran dan itupun dilakukan dengan memicingkan mata, karena kamu sendiri merasa jijik dan tidak menyukainya.
Dalam ayat ini terkandung dua penafsiran. Pertama, mengapa kamu bersedekah di jalan Allah dengan jenis harta yang kamu sendiri dan orang lain tidak mau menerimanya? Padahal Allah adalah yang paling berhak “diberi” harta pilihan dan paling baik.
Kedua, mengapa kamu menjadikan untuk Allah sesuatu yang buruk yang kamu pun tidak menyukainya, padahal Ia Maha Baik yang tidak akan menerima kecuali yang baik?
Selanjutnya, Allah mengakhiri ayat (267) di ats dengan menyebutkan dua sifat-Nya sesuai dengan menyebutkan dua sifat-Nya yang sesuai dengan konteks ayat. Ia berfirman:
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
“Maha Terpuji” berarti bahwa ia tidak mau menerima sesuatu yang buruk. Orang yang mau menerima yang buruk boleh jadi Karena ia memerlukannya atau mungkin jiwanya tidak sempurna dan tidak mulia. Sedangkan “Yang Maha Kaya”, yang mulia dan yang sempurna sifatnya tentu tidak akan menerima yang buruk.
Al-Syaukani berkata, dalam ayat di atas terdapat perintah berinfak dengan harta yang baik dan larangan berinfak dengan yang buruk. Sejumlah ulama salaf berpendapat bahwa ayat tersebut berkenaan dengan sedekah wajib (zakat). Ibn Jarir meriwayatkan dari ‘Ubaidah as-Salmani yang berkata, “Saya pernah bertanya kepada ‘Ali bin Thalib tentang ayat di atas”. Ia mwenjawab, “Ayat itu berkenaan dengan zakat yang wajib. Seorang menuai kurma lalu ia menaruh di tempat yang jauh dari kurma yang baik. Apabila datang pemungut zakat, ia berikan kurma yang buruk”.
Sementara itu, ulama yang lain berpendapat bahwa ayat tersebut berkaitan dengan sedekah yang wajib dan yang sunat sekaigus. Inilah makna yang zahir. Pedapat ini didukung oleh sebab turun ayat sebagaimana telah dikemukakan lebih dulu. (Muhammad Amin Suma, 1997; 55-58)

H.      PENUTUP
1.      Kita diperintahkan untuk menginfakkan sesuatu yang baik di antara harta yang kita peroleh dari usaha yang halal, baik berupa uang, makanan, buah-buahan, atau binatang ternak.
2.      Sedekah berupa barang-barang yang diperoleh dari perbuatan haram tidak akan diterima Allah sebagai amal saleh.
3.      Kita harus ingat bahwa Allah Mahakaya dan Maha Terpuji. Menginfakkan harta yang baik adalah merupakan rasa syukur dari kita terhadap yang telah mengaruniakan harta benda itu kepada kita.
















DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Digital.
Al-Qur’an Tafsir Perkata Al Hidayah.
DEPAG RI. 2009. Al-Qur’an dan Tafsirnya jilid 1. Jakarta: Lentera Abadi.
Shihab, M.Quraish. 2002. Tafsir Al Misbah Volume 1. Jakarta: Lentera Hati.
Suma, Muhammad Amin. 1997. Tafsir Ahkam 1. Jakarta: Logos.
Quthb, Sayyid. 2000. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Jilid 1. Jakarta: Gema Insani Press.










 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar